
Semarang, 11 Agustus 2025 — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turun tangan menangani kasus seorang siswi SMP di Kota Semarang yang gagal naik kelas akibat kecanduan gim daring. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah orang tua korban mengadu ke sekolah dan kemudian meminta pendampingan KPAI. Peristiwa ini memantik perdebatan luas mengenai literasi digital dan peran orang tua serta sekolah dalam mengawasi penggunaan gawai anak.
Kronologi Kasus
Menurut penuturan pihak keluarga, siswi berusia 14 tahun tersebut awalnya memiliki prestasi akademik yang baik. Namun sejak pandemi, ia mulai intens bermain gim daring hingga larut malam, bahkan kerap membolos sekolah demi bermain di warnet atau melalui ponsel di rumah.
Pihak sekolah mengaku telah memberikan peringatan berulang sejak semester ganjil, namun tidak ada perubahan signifikan dalam perilaku belajar. Pada rapat akhir tahun, dewan guru memutuskan untuk tidak meluluskan ke kelas berikutnya karena nilai akademik dan kehadiran jauh di bawah standar.
Langkah KPAI
Komisioner KPAI bidang pendidikan mengungkapkan bahwa pihaknya:
-
Memediasi pertemuan antara orang tua, pihak sekolah, dan dinas pendidikan.
-
Memberikan pendampingan psikologis untuk membantu anak mengatasi kecanduan.
-
Menyarankan program remedial atau sekolah alternatif agar anak tetap bisa melanjutkan pendidikan tanpa kehilangan tahun ajaran.
“Anak berhak mendapatkan pendidikan, dan kecanduan gim adalah masalah yang bisa diintervensi, bukan vonis permanen,” ujar perwakilan KPAI.
Tantangan Literasi Digital
Kasus ini kembali menyoroti rendahnya literasi digital di kalangan pelajar dan orang tua. Menurut data KPAI, kecanduan gim daring menjadi salah satu faktor terbesar penurunan prestasi belajar siswa SMP dan SMA di kota-kota besar. Penyebab utamanya meliputi:
-
Kurangnya batas waktu penggunaan gawai yang konsisten di rumah.
-
Tidak adanya pengawasan konten yang dimainkan anak.
-
Minimnya edukasi manajemen waktu dari sekolah dan keluarga.
Respons Publik
Di media sosial, kasus ini menuai beragam reaksi:
-
Sebagian warganet menilai keputusan sekolah terlalu keras dan tidak mempertimbangkan rehabilitasi anak.
-
Sebagian lain mendukung tindakan sekolah sebagai bentuk disiplin, agar siswa lain tidak terdorong mengikuti perilaku serupa.
Rekomendasi KPAI
KPAI mendorong beberapa langkah preventif:
-
Sosialisasi bahaya kecanduan gim di sekolah dan lingkungan RT/RW.
-
Pelatihan parenting digital untuk orang tua.
-
Kolaborasi dengan platform gim untuk menyediakan fitur kontrol orang tua (parental control) yang efektif.
-
Integrasi program konseling digital di sekolah-sekolah.
Kesimpulan:
Kasus siswi SMP di Semarang ini menjadi peringatan serius bahwa kecanduan gim daring bisa berdampak langsung pada prestasi akademik dan masa depan anak. KPAI menekankan bahwa penanganan masalah seperti ini harus bersifat rehabilitatif, bukan hanya hukuman, sehingga anak tetap memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri dan melanjutkan pendidikannya.